Banyak pembacaan puisi pernah saya dengar, tapi belum pernah mendengar yang semantap ini. Bagaimana tidak, dia membacanya dengan penuh gaya, tertib, penjiwaan, intonasi, emosi, nada, tempo, semua terkendali. Luar biasa lengkapnya, deklamator membacakan puisi ini sepenuh hati. Sayang, pria itu sampai sekarang tak pernah saya tahu namanya. Saya cari di google juga tidak ada. Padahal, deklamator sebagus ini seharusnya sudah terkenal.
Puisi yang dia bawakan berjudul "Pesan Pencopet Kepada Pacarnya". Karya Si Burung Merak, almarhum WS Rendra. Sebuah puisi ironi, berisi kritik sosial terhadap para pejabat yang punya wanita simpanan. Dengan sangat unik, Rendra menyajikannya dari sudut pandang pencopet. Sang pencopet menyadari kelemahan dirinya untuk mempersunting Siti, dan membiarkannya menikah dengan pejabat, sambil mengantar pacarnya dengan hasutan:
Cintamu padaku, tak pernah kusangsikan
Tapi cinta, Siti, cuma nomor dua
Nomor satu, carilah keselamatan
Hati kita mesti ikhlas, berjuang untuk masa depan anakmu
Jangan tanggung-tanggung, menipu lelakimu, kuras hartanya...
Pastinya saya takkan pernah tertarik dengan puisi ini, kalau belum pernah mendengar videonya. Lagi pula, dalam skala prioritas saya, membaca puisi rasanya nomor terakhir. Dan setelah nonton deklamasi mantap ini, saraf saya terenggut untuk suka, lalu kangen, ingin mendengar lagi dan lagi, dan membaca teksnya.
Dari semua pembacaan puisi yang pernah saya tonton, sepertinya pertunjukkan ini yang terbaik. Satu kunci pentingnya saya pastikan: Totalitas.
Ya, totalitaslah. Sebuah kosa kata yang, jika kita, sebagai penulis memakainya, akan menjadi kekuatan luar biasa. Karya hebat bukan impian lagi.
0 komentar:
Posting Komentar